Selain itu, dalam Pasal 26A disebutkan antara lain “Izin harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: menjamin akses public, belum ada pemanfaatan oleh masyarakat lokal, memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada luasan lahan” Pada pasal 26A juga disebutkan Yang dimaksud dengan “akses publik” adalah jalan masuk yang berupa kemudahan, antara lain: akses masyarakat memanfaatkan sempadan pantai. Akses masyarakat menuju pantai dalam menikmati keindahan alam dan akses masyarakat untuk kegiatan keagamaan dan adat di pantai”.
Dalam UU ini juga disebutkan secara jelas bahwa aspek ekologi adalah aspek-aspek yang mempengaruhi kelestarian lingkungan/ekosistem. Sedangkan aspek sosial adalah aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan (sistem sosial budaya) dari masyarakat lokal.
Pemkab Jepara hingga saat ini belum pernah membuat peraturan khusus yang lebih operasional (Perda/Perbub) tentang garis sempadan pantai, sebagai tindak lanjut dari ketentuan UU tentang sempadan pantai yang sudah ada. Sebab UU memberi ruang kewenangan untuk itu. Kalaupun Pemkab Jepara belum membuat peraturan organik-operasional tentang garis sempadan pantai, maka yang harus menjadi rujukan utama oleh semua pihak, terutama oleh pemerintah daerah adalah aturan tentang batas garis sempadan pantai yang telah tercantum dalam UU yang sudah ada.
Itu artinya, batasan sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, haruslah menjadi rujukan pokok dalam menyikapi kasus pembangunan-pembangunan hotel di wilayah tepi pantai Jepara dan Karimunjawa pada khususnya.