Kasus pagar laut ilegal di Kabupaten Tangerang memicu penundaan pencabutan oleh KKP. Apa alasan di balik keputusan tersebut?
SULUH.ID, Tangerang – Pagar laut sepanjang 30 kilometer yang ditemukan di Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi perhatian nasional.
Pagar yang terbuat dari bambu tersebut tidak hanya memicu pertanyaan soal legalitas, tetapi juga memunculkan potensi dampak lingkungan dan konflik hukum.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pencabutan pagar ini harus menunggu proses penyidikan lebih lanjut.
“Kalau sudah tahu siapa yang memasang, penyidikan akan lebih mudah,” katanya di Bali pada Minggu (19/1).
Proses Hukum yang Masih Berjalan
KKP menganggap pagar laut ini sebagai barang bukti yang tidak boleh dicabut sebelum proses hukum selesai.
Hingga kini, KKP memastikan bahwa tidak ada satu pun izin yang diajukan terkait pemasangan pagar tersebut. Sakti Wahyu Trenggono juga menyoroti pentingnya menyegel pagar ini agar mempermudah investigasi.
“Kalau ada pengajuan izin, kami harus periksa dulu apakah kawasan itu masuk dalam zona konservasi. Namun, ini jelas tidak ada pengajuan sama sekali,” tambahnya.
Pembongkaran Oleh TNI AL
Sebelumnya, TNI Angkatan Laut mengambil langkah untuk membongkar sebagian pagar bambu ini. Sebanyak 600 personel TNI AL bersama nelayan setempat berhasil mencabut sekitar dua kilometer pagar laut.
Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto, Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Jakarta, menjelaskan bahwa pembongkaran dilakukan secara bertahap.
“Kami melibatkan nelayan dengan 30 kapal untuk membawa bambu hasil pembongkaran,” ujarnya.
Namun, langkah ini menjadi sorotan karena bertentangan dengan pernyataan Menteri KKP yang menginginkan barang bukti tetap utuh hingga proses hukum selesai.
Dampak Lingkungan dan Administrasi
Selain aspek hukum, pagar laut misterius ini diduga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Menteri KKP menegaskan bahwa pihaknya hanya memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif.
Potensi kerugian lingkungan dan negara akan dihitung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dari perspektif lingkungan, pagar ini berpotensi mengganggu ekosistem laut. Nelayan setempat juga mengeluhkan aktivitas mereka yang terganggu akibat pagar yang membatasi area perairan.
Tanggapan dan Arah Ke Depan
Pagar laut ini memunculkan beberapa pertanyaan mendasar: Siapa pihak yang bertanggung jawab? Apa motif di balik pemasangan pagar? Dan bagaimana upaya sinkronisasi antara KKP, TNI AL, dan KLHK untuk menyelesaikan kasus ini?
Sakti Wahyu Trenggono menggarisbawahi bahwa koordinasi antarinstansi menjadi kunci.
“Kerja sama dengan KLHK penting, terutama untuk menghitung dampak lingkungan dan potensi kerugian negara,” jelasnya.
Kasus pagar laut misterius di Pantai Tanjung Pasir adalah contoh bagaimana permasalahan lingkungan sering kali berkelindan dengan persoalan hukum. Dengan penyegelan pagar oleh KKP, pembongkaran sebagian oleh TNI AL, dan potensi kerugian lingkungan yang harus dihitung KLHK, persoalan ini membutuhkan penyelesaian lintas sektor yang holistik.
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab dan memastikan tidak ada celah dalam penegakan hukum maupun perlindungan lingkungan.
YNC/SLH