PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) menggugat tindakan KKP yang menyegel proyek pembangunan pelabuhan di Bekasi. Kasus ini mencerminkan permasalahan tata kelola ruang laut yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah
SULUH.ID, Bekasi – Konflik antara PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memanas setelah KKP menyegel pagar laut di perairan Kampung Paljaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Bekasi, 16 Januari 2025.
PT TRPN menilai tindakan tersebut gegabah dan berencana membawa kasus ini ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kami akan bawa persoalan ini ke DPR untuk meminta kejelasan mengenai pola dan mekanisme penegakan hukum yang seharusnya dilakukan,” ujar Deolipa Yumara, kuasa hukum PT TRPN, dalam konferensi pers di Bekasi, Kamis (16/1/2025).
Latar Belakang Konflik
Permasalahan ini bermula pada tahun 2022, saat PT TRPN mengajukan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada KKP untuk pembangunan alur pelabuhan.
KKP tidak mengeluarkan izin, tetapi memberikan catatan agar PT TRPN berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat.
Menindaklanjuti arahan tersebut, PT TRPN berkoordinasi dengan DKP Jawa Barat yang kemudian mengizinkan pembangunan, dengan syarat menata ulang Pelabuhan Perikanan Pantai (PPI) Paljaya terlebih dahulu. Setelah memenuhi permintaan tersebut, PT TRPN melaksanakan proyek pembangunan dengan dasar surat perintah kerja dari DKP Jawa Barat.
Namun, penyegelan dilakukan oleh KKP pada Rabu (15/1/2025), dengan alasan tidak adanya PKKPRL.
“Penyegelan ini merupakan bagian dari penegakan hukum untuk memastikan pemanfaatan ruang laut sesuai aturan,” jelas Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan KKP, Sumono Darwinto.
Respons PT TRPN
Deolipa Yumara menegaskan bahwa kliennya tidak melakukan pelanggaran karena proyek ini dilakukan atas arahan dan persetujuan DKP Jawa Barat. Ia menyebut konflik ini sebagai ketidaksepahaman antara pemerintah pusat (KKP) dan pemerintah daerah (DKP Jawa Barat).
“Sebenarnya, ini bukan salah kami. Kalau ada masalah, itu terjadi karena koordinasi antar-pemerintah pusat dan daerah yang belum sinkron,” ujar Deolipa.
Sikap KKP dan Investigasi Lanjutan
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP, Halid Yusuf, menyatakan pihaknya akan melakukan investigasi untuk memastikan apakah pembangunan tersebut sesuai dengan aturan atau terdapat pelanggaran izin.
“Kami akan telusuri lebih jauh. Izin yang diberikan belum tentu tidak ada pelanggaran dalam implementasinya,” ujar Halid di sela kunjungan kerja di Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang.
Dinamika Perizinan Ruang Laut
Kasus ini mencerminkan kompleksitas dalam pengelolaan ruang laut di Indonesia, terutama dalam hal perizinan yang melibatkan berbagai pihak.
KKP sebagai regulator utama memiliki tanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan, sementara DKP di tingkat provinsi juga memegang otoritas lokal.
Pakar hukum lingkungan, Dr. Anita Sudarso, menilai kasus ini dapat menjadi preseden penting dalam tata kelola ruang laut.
“Konflik seperti ini menunjukkan perlunya sinkronisasi lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama yang melibatkan investasi besar seperti pembangunan pelabuhan,” jelas Anita.
YHW/SLH