KPK memeriksa mantan Bupati Jepara, Dian Kristiandi, terkait dugaan korupsi pemberian kredit fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha pada tahun 2022-2024. Kasus ini melibatkan beberapa pejabat penting dengan lima tersangka telah ditetapkan.
SULUH.ID, Semarang – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan perbankan daerah.
Kali ini, kasus yang mencuat adalah pemberian kredit fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) selama periode 2022-2024.
Kasus ini menguak praktik pemberian pinjaman kepada 39 debitur tanpa dasar yang sah, merugikan keuangan negara dalam jumlah yang signifikan.
Tim penyidik KPK memanggil mantan Bupati Jepara periode 2019-2022, Dian Kristiandi, untuk dimintai keterangan. Pemeriksaan dilakukan di Ruang Aula Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.
Dian bukan satu-satunya saksi yang dipanggil. Penyidik juga memeriksa Ahmad Nasir, Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan PT BPR Bank Jepara Artha; Sus Seto, karyawan PT Jamkrida Jateng; serta Ririn Indrayati, mantan Kepala Bagian Umum dan SDM PT BPR Jepara Artha.
Meskipun KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait materi yang dikonfirmasi kepada para saksi, pemanggilan ini menjadi bagian penting dalam penyidikan yang dimulai sejak September 2024.
Hingga kini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini, meskipun identitas mereka masih dirahasiakan.
Kronologi dan Modus Operandi
Kasus ini bermula dari laporan tentang pencairan kredit usaha yang tidak melalui prosedur semestinya.
Kredit fiktif diberikan kepada 39 debitur, namun dana tersebut diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya atau bahkan tidak sampai ke tangan debitur yang tercatat.
Pada 24 September 2024, KPK mengumumkan bahwa penyidikan telah resmi dimulai. Selanjutnya, pada 26 September, KPK mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri untuk lima orang berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA. Larangan ini bertujuan memastikan mereka tetap berada di Indonesia untuk keperluan penyidikan.
Dampak dan Respons
Kasus ini mencoreng nama PT BPR Bank Jepara Artha, yang seharusnya menjadi pendorong ekonomi lokal melalui kredit usaha.
Selain itu, keterlibatan pejabat tinggi, termasuk mantan kepala daerah, menjadi perhatian publik. Sejumlah kalangan mendesak agar KPK segera mengungkap identitas para tersangka dan memastikan pengembalian kerugian negara.
Pengamat hukum menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dalam sistem perbankan daerah. Modus pemberian kredit fiktif sering kali melibatkan kerja sama antara oknum internal bank dan pihak luar yang memanfaatkan celah regulasi.
Meski KPK telah menetapkan tersangka dan melarang beberapa pihak bepergian, tantangan besar masih menghadang. Penyidik harus mengumpulkan bukti yang cukup untuk menjerat pelaku utama, mengingat kerumitan alur pencairan kredit dan potensi hilangnya jejak dana.
Kasus dugaan korupsi di PT BPR Bank Jepara Artha menjadi cerminan pentingnya reformasi tata kelola di sektor perbankan daerah. Pemeriksaan mantan Bupati Jepara dan sejumlah saksi lain menunjukkan bahwa praktik korupsi bisa melibatkan berbagai pihak, mulai dari pejabat daerah hingga karyawan bank.
Publik kini menunggu langkah tegas KPK dalam menuntaskan kasus ini, termasuk memastikan transparansi dan pengembalian kerugian negara.
HEND/SLH