Seorang wanita di Depok diduga disekap oleh krediturnya karena utang Rp 140 juta. Polisi masih menyelidiki kasus ini setelah korban mencoba bunuh diri.
SULUH.ID, Depok – Kisah tragis seorang wanita berinisial AN di Kota Depok tengah menjadi sorotan publik. AN diduga dijemput paksa oleh krediturnya, seorang pria berinisial R, akibat utang sebesar Rp 140 juta yang belum terlunasi.
Kejadian ini bermula dari hubungan pertemanan antara AN dan R, di mana AN meminjam uang dengan menyerahkan sertifikat rumah sebagai jaminan.
Namun, masalah muncul ketika R mengetahui bahwa sertifikat yang diserahkan AN ternyata palsu.
Kekecewaan ini membuat R mengambil langkah drastis dengan menjemput paksa AN dari rumahnya di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 17 Desember 2024. AN kemudian dibawa ke rumah R di daerah Ratujaya, Cipayung, Depok.
Penjelasan Polisi: Tidak Ada Penyekapan
Meski disebut-sebut sebagai penyekapan, pihak kepolisian menyatakan bahwa AN tidak sepenuhnya dikurung. “Selama tinggal di rumah R, AN masih bisa hidup normal. Dia bahkan pernah menjual ponsel untuk membantu kebutuhan sehari-hari,” jelas Kasi Humas Polres Metro Depok AKP Hendra, Senin (13/1/2025).
Hendra menambahkan, AN masih diizinkan untuk keluar rumah dan berkomunikasi dengan suaminya, HG.
“Suaminya juga masih bisa datang ke rumah tersebut. Tidak ada penyekapan seperti yang diberitakan,” katanya.
Namun, situasi berubah ketika pada awal Januari 2025, AN dikabarkan mencoba bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih lantai.
“Diduga karena stres, korban sempat minum cairan pembersih. Saat ini dia masih dirawat di Rumah Sakit Brimob,” ujar Hendra.
Suami Laporkan Dugaan Penyekapan
Setelah mengetahui kondisi istrinya yang memburuk, HG, suami AN, melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Depok pada Sabtu, 11 Januari 2025.
HG sebelumnya sempat mencoba menjemput AN pada 22 Desember 2024, namun gagal karena R menolak mengizinkan istrinya pulang.
“HG sempat mencoba memaksa membawa pulang istrinya, tetapi R menghalangi dan bahkan mengancam,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam.
Ade juga menjelaskan bahwa AN telah membayar sebagian utangnya sebesar Rp 40 juta, namun masih memiliki tunggakan Rp 100 juta.
“Masalah ini berawal dari utang yang belum lunas, tetapi karena ada sertifikat palsu, situasinya menjadi rumit,” ujarnya.
Polisi Periksa Saksi dan Terlapor
Hingga kini, Polres Metro Depok telah memeriksa tiga saksi, termasuk R sebagai terlapor. Status R masih sebagai saksi terlapor, dan belum ada keputusan apakah akan ada tindakan hukum lebih lanjut terhadapnya.
“Kami masih menunggu keterangan dari korban setelah kondisinya membaik. Penyelidikan terus berjalan,” tutur Hendra.
Polisi juga masih mendalami apakah tindakan R bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penyekapan atau murni masalah utang-piutang yang berujung pada kesalahpahaman.
Perspektif Hukum: Utang dan Penyekapan
Kasus ini memunculkan diskusi mengenai aspek hukum utang-piutang dan batasannya terhadap dugaan penyekapan. Menurut ahli hukum pidana, tindakan menahan seseorang atas dasar utang tanpa proses hukum dapat dikategorikan sebagai perampasan kebebasan.
“Jika terbukti bahwa AN tidak diizinkan pergi secara bebas dan mengalami tekanan psikologis, maka ada unsur tindak pidana penyekapan,” ujar seorang pengamat hukum.
Namun, jika benar AN diizinkan beraktivitas secara normal dan tinggal di rumah R atas kesepakatan bersama, maka sulit untuk membuktikan adanya penyekapan.
HEND/SLH