Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Biden sedang menyiapkan aturan pembatasan ekspor chip AI yang akan memengaruhi berbagai negara, termasuk Indonesia.
SULUH.ID – Pemerintahan Joe Biden sedang menyiapkan aturan baru yang bertujuan membatasi ekspor chip kecerdasan buatan (AI) ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Langkah ini adalah bagian dari strategi Amerika Serikat untuk mempertahankan keunggulan teknologi dan melindungi inovasi yang dikembangkan di dalam negeri dari potensi ancaman geopolitik dan ekonomi.
Menurut dokumen yang diperoleh media, kebijakan tersebut akan mulai berlaku secepatnya pada 10 Januari mendatang. Salah satu poin utama dalam proposal tersebut adalah pengaturan berjenjang (tiered system) yang membagi negara-negara penerima ekspor chip AI menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat kepercayaan dan risiko yang dinilai oleh pemerintah AS.
Aturan ini memperkenalkan tiga kategori negara tujuan ekspor:
Tier 1 – Negara-negara di kategori ini, seperti Uni Eropa, Kanada, dan Australia, tidak akan terkena pembatasan. Mereka tetap bebas mengimpor perangkat keras AI dari AS.
Tier 2 – Negara-negara seperti Indonesia dan sebagian besar negara Asia Tenggara berada di bawah pembatasan ekspor hingga maksimal 50.000 unit GPU per negara selama periode 2025–2027.
Tier 3 – Kategori ini mencakup negara-negara yang dianggap berisiko tinggi seperti China, Rusia, dan Kamboja. Negara-negara dalam kategori ini dilarang sepenuhnya mengimpor perangkat keras AI dari AS.
Kebijakan ini akan berdampak besar bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, terutama yang sedang mengembangkan infrastruktur digital berbasis AI.
Reaksi dari Industri Teknologi
Nvidia, perusahaan teknologi terkemuka yang menguasai 90% pangsa pasar chip AI global, menyampaikan kritik tajam terhadap proposal ini. Dalam sebuah pernyataan, mereka menegaskan bahwa pembatasan ekspor justru dapat merugikan ekonomi AS.
“Ketertarikan seluruh dunia terhadap komputasi yang dipercepat merupakan peluang luar biasa bagi AS untuk berkembang, memajukan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja,” ujar juru bicara Nvidia.
Nvidia memperingatkan bahwa pembatasan tersebut tidak hanya akan menghambat pertumbuhan industri AI secara global, tetapi juga berisiko melemahkan posisi dominan AS di pasar teknologi.
Tindakan ini merupakan kelanjutan dari kebijakan proteksionis sebelumnya yang sudah diterapkan terhadap China. Upaya tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan nasional AS sekaligus melindungi inovasi teknologi agar tidak disalahgunakan oleh pihak asing.
Namun, sejumlah analis memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa menimbulkan konsekuensi tak terduga, seperti memicu negara-negara terdampak untuk mengembangkan teknologi semikonduktor mereka sendiri sebagai bentuk kemandirian.
Belum jelas apakah proposal ini akan diterapkan sepenuhnya. Dengan pemilihan presiden AS yang akan datang, beberapa pihak meyakini bahwa kebijakan ini dapat berubah jika pemerintahan berikutnya mengambil pendekatan yang berbeda, terutama jika Donald Trump kembali berkuasa.
HEND/SLH