IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global yang stabil pada 2025 dengan tren disinflasi. Namun, ketidakpastian kebijakan perdagangan AS tetap menjadi tantangan besar.
SULUH.ID – Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global yang lebih stabil pada tahun 2025, didukung oleh tren disinflasi di beberapa wilayah.
Managing Director IMF, Kristalina Georgieva, menyebut perekonomian Amerika Serikat menunjukkan kinerja yang lebih baik dari perkiraan, meskipun ketidakpastian global tetap tinggi.
Faktor utama yang menjadi sorotan adalah kebijakan perdagangan dari pemerintahan presiden terpilih Donald Trump, yang diperkirakan dapat memperburuk hambatan ekonomi dan mendorong kenaikan suku bunga jangka panjang.
“Dengan inflasi yang mendekati target Federal Reserve AS dan pasar tenaga kerja yang stabil, bank sentral bisa menunggu lebih banyak data sebelum memutuskan pemotongan suku bunga lebih lanjut. Namun, secara keseluruhan, suku bunga cenderung tetap agak lebih tinggi dalam waktu dekat,” ujar Georgieva, dikutip dari CNA dan Reuters pada Senin (13/1/2025).
Potensi Dampak Kebijakan AS Terhadap Ekonomi Global
IMF menyoroti bahwa pemerintahan baru AS kemungkinan akan membawa kebijakan yang berfokus pada tarif, deregulasi, dan efisiensi pemerintah. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian bagi negara-negara yang terintegrasi dalam rantai pasok global, khususnya di kawasan Asia dan negara-negara berpenghasilan menengah.
“Ketidakpastian kebijakan perdagangan AS dapat menjadi hambatan tambahan bagi ekonomi global, terutama bagi kawasan yang sangat bergantung pada perdagangan internasional,” jelas Georgieva.
Ia juga menyoroti tren tidak biasa di pasar keuangan, di mana suku bunga jangka panjang mengalami kenaikan meskipun suku bunga jangka pendek telah menurun. Tren ini, menurut Georgieva, jarang terjadi dalam sejarah ekonomi modern dan dapat mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap prospek jangka panjang.
China, India, dan Tantangan Regional
IMF memperkirakan tekanan deflasi akan terus membayangi perekonomian China, disertai tantangan dalam meningkatkan permintaan domestik. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di India diperkirakan melemah sedikit, sementara Brasil harus menghadapi inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi.
Adapun di Eropa, IMF memprediksi pertumbuhan akan terhenti sementara akibat tekanan eksternal dan kebijakan moneter yang ketat. Negara-negara berpendapatan rendah juga menghadapi risiko besar karena guncangan eksternal dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian mereka.
“Negara-negara berpendapatan rendah perlu melakukan reformasi fiskal yang berani untuk menjaga prospek pertumbuhan jangka panjang mereka. Mereka tidak dapat terus berutang untuk mengatasi masalah ekonomi. Pertumbuhan berkelanjutan adalah satu-satunya jalan keluar,” ujar Georgieva.
Risiko Penguatan Dolar AS dan Solusi Jangka Panjang
Georgieva memperingatkan risiko penguatan dolar AS yang berpotensi meningkatkan biaya pendanaan bagi negara-negara berkembang. Dolar yang kuat membuat utang luar negeri semakin mahal, terutama bagi negara-negara berpendapatan rendah.
“Sebagian besar negara harus memangkas pengeluaran fiskal setelah lonjakan belanja selama pandemi Covid-19. Namun, ini harus dilakukan dengan cara yang tetap melindungi prospek pertumbuhan,” tegas Georgieva.
IMF akan merilis laporan lengkap mengenai prospek ekonomi global pada 17 Januari 2025. Laporan ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai tantangan dan peluang ekonomi global di tengah berbagai ketidakpastian.
CLST/SLH