Dugaan Mafia Tanah di Balik Pagar Laut Tangerang, Proyek PIK-2 Disorot

Pagar laut misterius diduga terkait dengan proyek PIK-2 milik pengusaha besar. Pemerintah berjanji akan bertindak, namun desakan untuk menegakkan hukum terus menguat.

SULUH.ID, Tangerang – Sebuah fenomena aneh muncul di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten—pagar laut sepanjang 30 kilometer berdiri kokoh di bibir pantai. Keberadaan pagar ini menimbulkan pertanyaan besar, bahkan bagi para pejabat tinggi negara. 

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, secara terang-terangan mengaku tidak mengetahui soal proyek ini.

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengambil langkah cepat. Ia berjanji akan mencabut pagar laut jika terbukti tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). 

Trenggono bahkan telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk turun langsung ke lokasi.

I. Fakta di Lapangan: Keluhan Nelayan dan Dugaan Mafia Tanah 

Keberadaan pagar laut ini tidak hanya mencemaskan pemerintah, tetapi juga para nelayan setempat yang merasa hak mereka dirampas. 

loading...

Aktivitas melaut terganggu, sementara akses mereka menuju laut yang biasa digunakan kini tertutup. 

Baca Juga  Jepara Alami Peningkatan Kekerasan Anak dan Perempuan

Berdasarkan informasi yang dihimpun tim investigasi, pagar laut ini diduga kuat terkait dengan proyek pembangunan besar, Pantai Indah Kapuk (PIK)-2, milik pengusaha ternama Aguan dan Anthony Salim.

Nama Memet, warga Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, disebut-sebut sebagai pihak yang mengerjakan proyek ini atas perintah seorang tokoh bernama Gojali alias Engcun. Gojali dikenal luas di kalangan korban sengketa tanah sebagai bagian dari geng mafia tanah yang bekerja di bawah Ali Hanafiah Lijaya, tangan kanan Aguan. 

Fakta ini menguatkan dugaan bahwa pagar laut sengaja dipasang untuk mengamankan lahan bagi ekspansi proyek PIK-2.

II. Mengurai Jejak Pelaku: Tantangan Penegakan Hukum

Saat ini, baik Gojali alias Engcun maupun Ali Hanafiah Lijaya dikabarkan menghilang. Informasi menyebutkan bahwa Gojali bersembunyi di Subang, sementara keberadaan Ali Hanafiah belum diketahui. 

Desakan terhadap pemerintah untuk segera menangkap mereka terus menguat. Langkah ini dinilai krusial untuk menegakkan hukum dan menjaga kedaulatan negara.

Namun, tindakan mencabut pagar laut saja dianggap tidak cukup. Sejumlah pihak mendesak agar pelaku juga diberi sanksi pidana sesuai Pasal 106 KUHP tentang makar. Pasal ini mengatur ancaman pidana seumur hidup atau penjara hingga 20 tahun bagi siapa pun yang terbukti mencoba membawa sebagian wilayah negara ke bawah kekuasaan asing. 

Baca Juga  Ngeprank Untuk Konten Bisa Dipidana

Hal ini merujuk pada kekhawatiran bahwa area pantai yang dipagari tersebut akan dikuasai oleh kepentingan asing melalui proyek PIK-2.

III. Implikasi Hukum dan Gugatan Perdata

Fakta tentang pemagaran laut ini juga akan dijadikan sebagai bahan pembuktian dalam gugatan perkara nomor 754/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst yang diajukan terhadap Aguan dan pihak-pihak terkait. 

Gugatan ini menyoroti berbagai pelanggaran hukum, termasuk penutupan akses publik dan jalur nelayan yang selama ini digunakan untuk melaut.

Pihak penggugat menegaskan bahwa proyek PIK-2 telah menghalangi hak masyarakat atas akses ke pantai dan laut. Jika ini dibiarkan, bukan hanya hak nelayan yang akan terancam, tetapi juga prinsip kedaulatan negara di wilayah perairan.

IV. Tantangan bagi Negara Melawan Oligarki

Kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang bukan hanya soal pelanggaran administratif, tetapi juga mencerminkan masalah yang lebih besar: ketidakmampuan negara dalam menghadapi kekuatan oligarki yang menguasai lahan dan wilayah strategis. 

Jika pemerintah tidak mampu bertindak tegas, maka hal ini akan menjadi preseden buruk bagi kasus serupa di masa depan.

Baca Juga  Salat Maghrib, Polisi Ajak Habib Rizieq Berjamaah

Nelayan yang kehilangan akses dan masyarakat yang dirugikan pantas mendapatkan keadilan. Aparat penegak hukum harus bertindak cepat untuk menangkap para pelaku dan menindak mereka sesuai hukum yang berlaku. Sebab, ini bukan hanya soal menjaga hak masyarakat lokal, tetapi juga mempertahankan kedaulatan negara dari tangan-tangan korporasi yang sewenang-wenang.

Sebagai bangsa maritim, Indonesia harus menunjukkan bahwa kedaulatan wilayah laut adalah harga mati. Apabila pagar laut ini benar-benar dipasang untuk kepentingan segelintir pihak, maka pencabutan pagar harus diikuti dengan tindakan hukum yang tegas. Jangan sampai, negara kalah melawan kekuatan uang dan pengaruh.

TJIIM/SLH

Mungkin Anda Menyukai