SULUH.ID, SEMARANG – Gelaran lomba tari di Taman Indonesia Kaya (TIK) yang seharusnya menjadi ajang seni justru berujung kontroversi. Ketua Semarang Economy Creative (SEC), Mei Sulistyoningsih, akhirnya angkat bicara terkait kegagalan acara tersebut. Mei mengklaim bahwa dugaan sabotase menjadi penyebab utama kegagalan lomba tari tersebut, dengan menyebut nama-nama pihak yang diduga terlibat.
Mei, yang menjabat sebagai Ketua Panitia acara, menyatakan bahwa lomba tari ini tidak gagal secara teknis, melainkan disengaja untuk digagalkan. Ia menuding Ariyanto, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Mandiri Indonesia (Apmikimmdo) Jawa Tengah, bersama W, penanggung jawab lomba tari, dan PH, anak W, sebagai pihak-pihak yang diduga menyabotase acara.
“Mereka bertiga membuat skenario penggagalan lomba tari, bahkan sudah meminta pihak TIK secara lisan untuk tidak memberikan izin pelaksanaan acara,” ungkap Mei saat konferensi pers, Senin (6/1/2024).
Menurut Mei, proses perizinan yang memakan waktu lama menjadi titik awal masalah. Izin penyelenggaraan acara di TIK harus diajukan setidaknya satu bulan sebelumnya, namun organisasi SEC baru berdiri pada akhir Oktober 2023. Dengan pelaksanaan acara pada 20 Desember, waktu yang tersedia untuk proses izin dinilai terlalu sempit.
“Ariyanto memanfaatkan situasi ini untuk menghalangi keluarnya izin, menciptakan skenario sabotase,” lanjut Mei.
Mei menjelaskan bahwa dirinya sempat menawarkan dua solusi untuk menyelesaikan masalah, yaitu tetap melanjutkan lomba dengan hadiah sesuai rencana atau memberikan kompensasi kepada peserta. Namun, kedua opsi tersebut ditolak oleh pihak yang diduga terlibat sabotase.
“Perwakilan peserta sebenarnya sudah sepakat menerima kompensasi, tapi provokasi dari beberapa pihak membuat masalah ini berlarut-larut,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Mei menyoroti peran W sebagai Person in Charge (PIC) lomba tari. Ia menuding W tidak menjalankan tugasnya dengan baik, mulai dari kesiapan teknis hingga koordinasi dengan peserta.
“H-1 acara, dia tidak melakukan pengecekan lokasi. Bahkan di hari H, dia justru datang bersama peserta tanpa persiapan matang. Sebagai panitia, seharusnya dia membantu mencari solusi, bukan memprovokasi peserta,” ujar Mei.
Mei juga menilai tindakan W yang mendorong peserta melaporkan kegagalan acara ke Kantor Gubernur sebagai bentuk pengkhianatan terhadap SEC.
Menariknya, dari tujuh lomba yang digelar dalam Festival SEC, enam lomba lainnya berjalan sukses tanpa kendala. Acara seperti lomba K-Pop, fashion show, dan lomba mewarnai berhasil terlaksana sesuai rencana.
“Ini membuktikan bahwa masalah terjadi bukan karena sistem SEC, melainkan karena kelalaian individu tertentu,” tegas Mei.
WRSB/SLH