SULUH.ID, PEMALANG – Suratmo (56) dan Sutijah (59), pasangan suami istri asal Desa Pelutan, Pemalang, Jawa Tengah, telah menghabiskan empat tahun terakhir berjuang untuk mendapatkan kembali uang sebesar Rp 900 juta yang hilang ditipu oleh seorang oknum anggota Polres Pemalang. Uang tersebut merupakan hasil penjualan sawah warisan keluarga seluas 2.600 meter persegi, yang dijual pada tahun 2020 dengan harapan dapat membuka jalan bagi kedua anak laki-laki mereka untuk diterima sebagai Bhayangkara Polri. Namun, harapan itu kandas tanpa kejelasan.
Cerita bermula ketika Suratmo, seorang pengrajin gerabah, bertemu dengan seorang pria berinisial WH. WH diketahui merupakan ayah dari seorang anggota Polres Pemalang berinisial WT. Pertemuan itu terjadi saat Suratmo mengantarkan bambu menggunakan becak dan diminta mampir ke rumah WH.
Di rumah WH, Suratmo terkesan dengan foto-foto anggota polisi yang terpajang di ruang tamu. WH menjelaskan bahwa foto-foto tersebut adalah anaknya, WT, yang berprofesi sebagai anggota polisi. Mendengar hal itu, Suratmo bercerita bahwa kedua anaknya gagal masuk Polri. WH lantas membujuk Suratmo dengan janji bahwa kedua anaknya bisa diterima menjadi polisi asalkan ada biaya yang disiapkan.
“Lha sampeyan anake pingin dadi polisi duwene apa? Sawah, pekarangan? Dijual untuk ongkos biar uripe seneng (hidupnya bahagia),” kata WH, seperti diungkapkan Suratmo.
Setelah pulang, Suratmo menceritakan pertemuannya dengan WH kepada istrinya, Sutijah. Keduanya sepakat untuk menjual sawah warisan seluas 2.600 meter persegi milik keluarga. Sawah tersebut laku terjual seharga Rp 1 miliar lebih Rp 400 ribu.
Delapan hari setelah penjualan, WH datang ke rumah Suratmo dan meminta uang sebesar Rp 350 juta per anak untuk memastikan kedua anak Suratmo bisa diterima sebagai polisi. Suratmo bahkan menambahkan uang lebih agar anaknya bisa bertugas di Pemalang.
“Saya katakan juga tak kasih lebih agar anak saya dinasnya jangan jauh-jauh, di Pemalang saja,” ujar Suratmo.
Namun, harapan Suratmo dan istrinya sirna ketika kedua anak mereka gagal dalam tes penerimaan anggota Polri. Yang lebih menyakitkan, uang sebesar Rp 900 juta yang telah mereka serahkan kepada WH dan WT tidak pernah dikembalikan.
Selama empat tahun terakhir, Suratmo dan Sutijah berjuang mencari keadilan. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Pemalang dan saat ini sedang dalam proses penyidikan. Suratmo hanya berharap uangnya dapat dikembalikan utuh.
Kasus ini mengungkapkan modus penipuan yang memanfaatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Oknum yang terlibat menggunakan jabatan dan koneksi sebagai anggota polisi untuk mengelabui korban.
Suratmo dan Sutijah, yang berasal dari kalangan menengah ke bawah, menjadi korban karena keinginan kuat untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka. Sayangnya, niat baik itu dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Kehilangan uang sebesar Rp 900 juta telah memberikan dampak besar bagi keluarga Suratmo. Selain kerugian finansial, mereka juga mengalami tekanan psikologis akibat harapan yang kandas dan perjuangan panjang mencari keadilan.
“Saya hanya ingin uang saya dikembalikan,” kata Suratmo dengan suara lirih.
Polres Pemalang telah menangani kasus ini dan sedang melakukan penyidikan terhadap oknum yang terlibat. Namun, proses hukum yang berlarut-larut membuat keluarga Suratmo semakin frustasi.
Masyarakat pun menuntut transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini. Kasus ini juga menjadi sorotan publik karena melibatkan oknum anggota polisi, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Kasus Suratmo menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap janji-janji yang terlalu muluk, terutama yang melibatkan uang dalam jumlah besar. Selalu verifikasi informasi dan hindari transaksi yang tidak transparan.
Perjuangan Suratmo dan Sutijah selama empat tahun mencerminkan betapa sulitnya mencari keadilan ketika korban penipuan berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kasus ini juga mengingatkan kita akan pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam institusi penegak hukum.
H SULISTIYO/SLH