Manipulasi Kebenaran : Dari Sofisme Yunani ke Propaganda Modern

SULUH.ID, SEMARANG – Di tengah peradaban Yunani kuno yang menjadi fondasi pemikiran filsafat Barat, muncul kelompok yang dikenal sebagai kaum sofis. Mereka bukan sekadar pengajar kebijaksanaan, melainkan ahli dalam seni berdebat dan menggunakan retorika. Kaum sofis memiliki reputasi sebagai intelektual yang mampu mengolah kata dengan cermat, tetapi sering dikritik karena lebih mengutamakan kemenangan argumen dibandingkan pencarian kebenaran sejati.

Pandangan kaum sofis terhadap kebenaran sangat revolusioner pada masanya. Mereka meyakini bahwa kebenaran bersifat relatif dan subjektif, bergantung pada siapa yang melihat dan mendefinisikannya. 

Pernyataan terkenal dari Protagoras, “Manusia adalah ukuran segala sesuatu,” mencerminkan keyakinan ini. Baginya, tidak ada kebenaran mutlak yang berlaku universal, karena setiap individu memiliki persepsinya sendiri terhadap realitas.

Gagasan tentang kebenaran relatif yang diusung kaum sofis tidak menghilang seiring berjalannya waktu. Di era modern, pemikiran ini menemukan bentuk baru dalam filsafat postmodernisme, yang juga menolak adanya kebenaran absolut. 

Postmodernisme mengajukan konsep bahwa kebenaran sangat bergantung pada konteks sosial dan budaya, serta dipengaruhi oleh posisi subjektif seseorang.

Namun, relativisme ini membawa dilema tersendiri. Sebagaimana kaum sofis menggunakan relativisme untuk menguatkan posisi mereka dalam debat, hal serupa kini banyak terjadi di berbagai bidang. 

Baca Juga  Imajinasi Tanpa Batas, Logika Tanpa Salah, Sinergi yang Mengubah Dunia

Relativisme kebenaran sering kali disalahgunakan untuk membenarkan manipulasi dan pembenaran yang tidak berdasarkan fakta objektif.

loading...

Retorika, seni berbicara dan menulis secara persuasif, adalah senjata utama kaum sofis. Dengan retorika, mereka mampu memengaruhi pendapat publik dan memenangkan argumen, meskipun tanpa dasar fakta yang kuat. Strategi yang mereka gunakan sering kali mencakup:

Mengalihkan perhatian – Menggiring diskusi ke isu yang tidak relevan untuk mengaburkan pokok permasalahan.

Logika semu – Menyusun argumen yang terlihat benar di permukaan, tetapi sesungguhnya keliru jika dianalisis secara mendalam.

Strategi ini masih relevan hingga kini. Di dunia politik, retorika sering menjadi alat bagi politisi untuk meraih dukungan, meskipun apa yang disampaikan tidak selalu mencerminkan realitas. 

Dalam bidang hukum, pengacara juga menggunakan retorika untuk memenangkan kasus, terkadang dengan mengabaikan aspek moralitas. 

Sementara itu, di dunia bisnis, pemasaran sering kali mengandalkan narasi persuasif untuk memikat konsumen, meskipun produk yang ditawarkan tidak selalu sesuai dengan klaim yang dibuat.

Meskipun sofisme dan penjilatan memiliki perbedaan fundamental, keduanya berbagi kesamaan dalam hal manipulasi opini. Jika sofisme menggunakan retorika untuk mengaburkan kebenaran, penjilatan dilakukan dengan cara memberikan pujian berlebihan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Dalam konteks ini, penjilat modern adalah mereka yang mengorbankan integritas demi keuntungan, sedangkan kaum sofis adalah mereka yang mengorbankan objektivitas demi kemenangan debat.

Baca Juga  Keteladanan Integritas Dan Karakter Kristen Para Tokoh Alkitab

Di lingkungan kerja, penjilatan sering terlihat dalam bentuk pujian yang tidak tulus kepada atasan demi memperoleh promosi atau perlakuan istimewa. Dalam dunia politik, praktik ini kerap muncul ketika para pendukung atau pengikut setia figur tertentu menyebarkan narasi yang menguntungkan tanpa mempertimbangkan fakta objektif.

Dalam dunia yang semakin dipenuhi informasi dan opini, masyarakat dituntut untuk lebih kritis dalam menyikapi berbagai narasi. Manipulasi dengan menggunakan retorika persuasif atau pujian berlebihan tidak bisa dihindari, tetapi bisa diatasi dengan mengedepankan logika yang sehat, fakta objektif, dan keterbukaan terhadap pandangan berbeda.

Untuk itu, beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat adalah:

Meningkatkan literasi media – Mampu membedakan antara fakta dan opini merupakan langkah awal untuk menghindari manipulasi informasi.

Mengembangkan pemikiran kritis – Tidak mudah menerima begitu saja apa yang disampaikan, melainkan selalu bertanya dan mencari sumber pembanding.

Menghargai dialog yang sehat – Mengutamakan pencarian kebenaran melalui diskusi terbuka, bukan sekadar memenangkan argumen.

Baca Juga  Penerapan Metode STAD Dalam Persiapan Lomba Mata Pelajaran Agama Kristen CCA

Menghadapi Dunia yang Relatif Seperti halnya kaum sofis yang memengaruhi dinamika debat di Yunani kuno, manipulasi retorika di era modern terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Di tengah realitas yang semakin kompleks, penting bagi setiap individu untuk tetap berpijak pada nilai-nilai kejujuran dan objektivitas. Meski kebenaran mungkin bersifat relatif, upaya mencari kebenaran sejati tetap menjadi fondasi bagi terciptanya masyarakat yang adil dan beradab.

Perbedaan antara pencarian kebenaran dan manipulasi terletak pada niat di baliknya. Sementara kaum sofis mungkin melihat kebenaran sebagai sesuatu yang bisa didebatkan, masyarakat modern perlu melihat kebenaran sebagai landasan bersama yang harus dijaga demi menciptakan kehidupan yang lebih baik.

HENDRA/SLH

Mungkin Anda Menyukai