Inflasi Naik, Daya Beli Lemah, Ekonomi Indonesia Terjebak Perlambatan
SULUH.ID, SEMARANG-Perekonomian Indonesia menghadapi tantangan serius di penghujung 2024. Berdasarkan hasil survei terbaru Bloomberg terhadap 32 ekonom, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2024 diproyeksikan hanya mencapai 4,93% secara year-on-year (YoY). Angka ini lebih rendah dibandingkan survei sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan di level 5%.
Jika ramalan ini terwujud, maka perekonomian Indonesia menunjukkan tren perlambatan yang konsisten. Pada kuartal III-2024, ekonomi hanya tumbuh 4,95%, dan prediksi pertumbuhan tahunan pun stagnan di angka 5%, melambat dari capaian tahun lalu sebesar 5,05%.
Tidak hanya itu, bayang-bayang resesi juga mulai menghantui. Probabilitas Indonesia mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan meningkat menjadi 10%, jauh lebih besar dibandingkan prediksi pada Juli lalu yang masih 0%.
Kelesuan konsumsi masyarakat menjadi faktor utama perlambatan ini. Kebijakan moneter yang tetap ketat, meskipun ada peluang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin (bps) pada Desember mendatang, dinilai masih belum cukup untuk mendorong aktivitas ekonomi.
Menurut Lloyd Chan, Strategist MUFG Bank, suku bunga BI pada 2025 diprediksi hanya akan turun total sebesar 75 bps.
“Prediksi ini jauh lebih konservatif dibanding perkiraan awal kami yang memperkirakan pemotongan hingga 4,5% pada akhir 2025,” ujar Chan, seperti dikutip dari Bloomberg.
Di sisi lain, tekanan inflasi juga menunjukkan tren peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada kuartal IV-2024 diproyeksikan naik menjadi 2% dari 1,84% pada kuartal sebelumnya. Kenaikan ini dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas menjelang libur Natal dan Tahun Baru, serta persiapan penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai Januari 2025.
Ekspektasi inflasi untuk 2025 juga menunjukkan kenaikan menjadi 2,55%, meskipun lebih rendah dibanding prediksi sebelumnya sebesar 2,70%. Tekanan inflasi ini turut diperburuk oleh lemahnya penjualan ritel. Indeks Penjualan Riil (IPR) pada September hanya tumbuh 4,8% YoY, turun dari 5,8% pada Agustus. Bahkan, secara bulanan, penjualan ritel terkontraksi -2,5% setelah sebelumnya mencatat pertumbuhan 1,7%.
Survei Bank Indonesia juga mencatat peningkatan Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) untuk Desember 2024 dan Maret 2025. Angka tersebut masing-masing berada di 152,6 dan 169,4, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini menjadi indikator bahwa tekanan inflasi akan tetap ada di tengah lemahnya daya beli masyarakat.
Meski ada peluang pemangkasan suku bunga BI, para ekonom tetap pesimistis terhadap prospek ekonomi Indonesia pada 2025. Pertumbuhan PDB diproyeksikan stagnan di level 5%, melanjutkan tren kelesuan.
Tekanan dari kebijakan moneter global, terutama pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, serta perlambatan konsumsi domestik menjadi tantangan utama.
“Kunci pemulihan ada pada upaya mendorong daya beli masyarakat dan memberikan insentif fiskal yang lebih proaktif,” kata seorang analis.
Di tengah lanskap ekonomi yang penuh ketidakpastian, Indonesia perlu mengadopsi strategi yang lebih agresif untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menghindari resesi yang kian mendekat.
REDSLH