SULUH.ID, YOGYAKARTA – Pada era 80 – 90 an, marak kumpulan anak-anak pecinta sepeda minicross di seputaran DIY. Mereka suka berkumpul, melakukan konvoi yang akhirnya masing-masing menggabungkan diri menjadi club atau bahkan membentuk geng sepeda. Sebut saja Dherex (DRX), CSX , Boroxz (BRX), Laser, SDL, CrezBlock, dan lain-lain.
Sebagai club sepeda, mereka pun banyak yang mengikuti perlombaan-perlombaan sepeda minicross. Namun, mereka juga dikenal karena banyak melakukan aksi konvoi di jalan, lalu saling bersaing dengan coretan mural di sudut – sudut tembok bangunan kota.
Dari sekian puluh geng sepeda, geng Dherex yang paling banyak anggotanya. Dherex atau DRX kepanjangan dari Dhepan Regol Xauman, salah satu geng sepeda yang melegenda, bermarkas di bilangan Alun-alun Utara Yogyakarta, tepatnya di depan pintu gerbang Masjid Agung Kauman. Biasanya tiap sabtu sore bahkan sampai malam, waktu itu alun2 utara masih bisa di gunakan sbg sirkuit minicross oleh remaja2 penggemar BMX kota Jogja.
Menurut mantan anggota Dherex, Andy Munjiran atau akrab disapa Sinyo, awal terbentuknya Dherex, bermula dari ide Deny Ardit, Eko Jono (alm ), Iwan Kauman dan Jati Nugroho untuk membentuk kelompok (geng) remaja penggemar sepeda BMX .
“Dari hanya beberapa anggota, lama kelamaan bergabunglah anak-anak lain dari berbagai kampung sekitar Kauman. Seperti Kadipaten, Serangan, Suronatan, Ngadiwinatan dan lain-lain, sampai ke selatan perbatasan Bantul. Sekitar tahun 80 – 90 an Dherex memang merajai jalan Jogja,” terangnya.
Sementara mantan anggota Dherex yang lain, Iwan Kauman yg saat itu sedang bersama Jati Nugroho, menambahkan tidak sedikit kelompok-kelompok ini malah bergeser kearah geng remaja.
Tidak jarang mereka melakukan konvoi di jalanan Jogja. Kalau ada cerita tawuran atau perkelahian antar geng sepeda, Iwan mengaku itu biasa karena faktor kenakalan remaja.
“Namun kala itu kami kelilingnya naik sepeda BMX lho, bukan sepeda motor. Dan akhirnya berkembang ke persaingan corat coret nama geng di tembok-tembok;” jelas Iwan, yang sekarang didapuk menjadi Ketua Dherex Kafilah Cycles Cross.
Ia pun menambahkan, selain geng sepeda, semasa itu juga sudah ada geng motor Joxzin, kepanjangan dari Pojox Benzin atau juga dikenal Joxo Zinting yang basecamp nya juga tidak jauh dari tempat tongkrongan Dherex. Tepatnya di depan gedung PDHI Alun-alun Utara Jogja.
“Trend sepeda motor waktu itu yang terkenal adalah Yamaha RX King. Tapi, generasi awal Joxzin, trend-nya, menggunakan kendaraan jenis Honda Astrea 800,” jelasnya.
Menurut Iwan, geng Joxzin ini bisa dikatakan melegenda di kota gudeg. Selain itu ada rival abadinya yakni geng Q-Zruh, yang lebih mendominasi di belahan Jogja bagian utara.
“Nah para jebolan Dherex yang sudah berganti dari sepeda BMX ke sepeda motor, akhirnya banyak teman-teman Dherex yang bergabung ke Joxzin, yang dikenal Joxzin generasi kedua;” imbuh Iwan.
Seiring berjalannya waktu, mantan anggota Dherex dan Joxzin kini sudah tidak muda lagi. Namun mereka masih sering komunikasi dan berkumpul untuk sekedar melepas rindu, ngopi ngobrol dan membentuk komunitas yang bersifat sosial.
Menurut Iwan, sekarang para mantan membentuk Dherex Kafilah Cycle Cross, yang lebih bersifat sosial. Salah satunya dengan kegiatan membagi-bagikan sedekah di hari-hari tertentu, kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
“Ya sekarang, di masa tua, kami berkumpul lagi atau reunifikasi di tempat yang sama, di depan regol (pintu gerbang ) Masjid Besar Kraton Yogyakarta menjalin lagi silaturahmi dan sedang berusaha aktif, dengan mengadakan berbagai kegiatan sosial, yang bermanfaat bagi masyarakat,” pungkas Iwan Kauman.
SYIFAK/HEND/RDS/SLH